Ini adalah cerita sedih tentang Ibu  yang mungkin dapat menjadi inspirasi bagi kita yang membacanya agar  senantiasa menyayangi Ibu yang sejauh ini telah bersusah payah untuk  membesarkan kita. Cerita sedih tentang Ibu ini aslinya berjudul pengorbanan seorang Ibu yang saya peroleh dari situs cerpen.web.id.
Berikut adalah cerita sedih tentang ibu selengkapnya, semoga teman-teman merasa terhibur sekaligus mendapatkan inspirasi dengan kehadiran cerita ini. Selamat membaca...
Jalannya sudah tertatih-tatih, karena usianya sudah lebih dari 70 tahun, sehingga kalau tidak perlu sekali, jarang ia bisa dan mau  keluar rumah. Walaupun ia mempunyai seorang anak perempuan, ia harus  tinggal di rumah jompo, karena kehadirannya tidak diinginkan. Masih  teringat olehnya, betapa berat penderitaannya ketika akan melahirkan  putrinya tersebut. Ayah dari anak tersebut minggat setelah menghamilinya  tanpa mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Di samping itu  keluarganya menuntut agar ia menggugurkan bayi yang belum dilahirkan,  karena keluarganya merasa malu  mempunyai seorang putri yang hamil sebelum nikah, tetapi ia tetap  mempertahankannya, oleh sebab itu ia diusir dari rumah orang tuanya.
Selain  aib yang harus di tanggung, ia pun harus bekerja berat di pabrik untuk  membiayai hidupnya. Ketika ia melahirkan putrinya, tidak ada seorang pun  yang mendampinginya. Ia tidak mendapatkan kecupan manis maupun ucapan  selamat dari siapapun juga, yang ia dapatkan hanya cemohan, karena  telahelahirkan seorang bayi haram tanpa bapa. Walaupun demikian ia merasa bahagia  sekali atas berkat yang didapatkannya dari Tuhan di mana ia telah  dikaruniakan seorang putri. Ia berjanji akan memberikan seluruh kasih  sayang yang ia miliki hanya untuk putrinya seorang, oleh sebab itulah  putrinya diberi nama Love - Kasih.
Siang ia harus bekerja berat di pabrik dan di waktu malam hari ia harus menjahit sampai jauh malam, karena itu merupakan penghasilan tambahan yang ia bisa dapatkan. Terkadang  ia harus menjahit sampai jam 2 pagi, tidur lebih dari 4 jam sehari itu  adalah sesuatu kemewahan yang tidak pernah ia dapatkan. Bahkan Sabtu  Minggu pun ia masih bekerja menjadi pelayan restaurant. Ini ia lakukan  semua agar ia bisa membiayai kehidupan maupun biaya sekolah putrinya  yang tercinta. Ia tidak mau menikah lagi, karena ia masih tetap  mengharapkan, bahwa pada suatu saat ayah dari putrinya akan datang balik  kembali kepadanya, di samping itu ia tidak mau memberikan ayah tiri kepada putrinya.
Sejak  ia melahirkan putrinya ia menjadi seorang vegetarian, karena ia tidak  mau membeli daging, itu terlalu mahal baginya, uang untuk daging yang  seyogianya ia bisa beli, ia sisihkan untuk putrinya. Untuk dirinya  sendiri ia tidak pernah mau membeli pakaian baru, ia selalu menerima dan memakai pakaian bekas pemberian orang, tetapi untuk putrinya yang tercinta, hanya yang terbaik dan terbagus ia berikan, mulai dari pakaian sampai dengan makanan.
Pada  suatu saat ia jatuh sakit, demam panas. Cuaca di luaran sangat dingin  sekali, karena pada saat itu lagi musim dingin menjelang hari Natal. Ia  telah menjanjikan untuk memberikan sepeda sebagai hadiah Natal untuk  putrinya, tetapi ternyata uang yang telah dikumpulkannya belum  mencukupinya. Ia tidak ingin mengecewakan putrinya, maka dari itu  walaupun cuaca diluaran dingin sekali, bahkan dlm keadaan sakit dan lemah, ia tetap memaksakan diri untuk keluar rumah dan bekerja. Sejak saat tersebut ia kena penyakit rheumatik, sehingga sering sekali badannya terasa sangat nyeri sekali. Ia ingin memanjakan putrinya dan memberikan  hanya yang terbaik bagi putrinya walaupun untuk ini ia harus bekorban,  jadi dlm keadaan sakit ataupun tidak sakit ia tetap bekerja, selama  hidupnya ia tidak pernah absen bekerja demi putrinya yang tercinta.
Karena perjuangan dan pengorbanannya  akhirnya putrinya bisa melanjutkan studinya diluar kota. Di sana  putrinya jatuh cinta kepada seorang pemuda anak dari seorang konglomerat  beken. Putrinya tidak pernah mau mengakui bahwa ia masih mempunyai  orang tua. Ia merasa malu bahwa ia ditinggal minggat oleh ayah kandungnya dan ia merasa malu  mempunyai seorang ibu yang bekerja hanya sebagai babu pencuci piring di  restaurant. Oleh sebab itulah ia mengaku kepada calon suaminya bahwa  kedua orang tuanya sudah meninggal dunia.
Pada saat putrinya menikah, ibunya hanya bisa melihat dari jauh dan itupun hanya pada saat upacara pernikahan di gereja saja. Ia tidak diundang,  bahkan kehadirannya tidaklah diinginkan. Ia duduk di sudut kursi paling  belakang di gereja, sambil mendoakan agar Tuhan selalu melindungi dan memberkati putrinya yang tercinta. Sejak saat itu bertahun-tahun ia tidak mendengar kabar dari putrinya, karena ia dilarang dan tidak boleh menghubungi putrinya. Pada suatu hari ia membaca di koran bahwa putrinya telah melahirkan seorang putera, ia merasa bahagia sekali mendengar berita bahwa ia sekarang telah mempunyai seorang cucu. Ia sangat mendambakan sekali untuk bisa memeluk dan menggendong  cucunya, tetapi ini tidak mungkin, sebab ia tidak boleh menginjak rumah  putrinya. Untuk ini ia berdoa tiap hari kepada Tuhan, agar ia bisa  mendapatkan kesempatan untuk melihat dan bertemu dengan anak dan cucunya, karena keinginannya sedemikian besarnya untuk bisa melihat putri dan cucunya, ia melamar dengan menggunakan nama palsu untuk menjadi babu di rumah keluarga putrinya.
Ia merasa bahagia sekali, karena lamarannya diterima dan diperbolehkan bekerja disana. Di rumah putrinya ia bisa dan boleh menggendong cucunya, tetapi bukan sebagai Oma dari cucunya melainkan hanya sebagai babu dari keluarga tersebut. Ia merasa berterima kasih sekali kepada Tuhan, bahwa ia permohonannya telah dikabulkan.
Di  rumah putrinya, ia tidak pernah mendapatkan perlakuan khusus, bahkan  binatang peliharaan mereka jauh lebih dikasihi oleh putrinya daripada  dirinya sendiri. Di samping itu sering sekali dibentak dan dimaki oleh putri dan anak  darah dagingnya sendiri, kalau hal ini terjadi ia hanya bisa berdoa  sambil menangis di dlm kamarnya yang kecil di belakang dapur. Ia berdoa  agar Tuhan mau mengampuni kesalahan putrinya, ia berdoa agar hukuman  tidak dilimpahkan kepada putrinya, ia berdoa agar hukuman itu  dilimpahkan saja kepadanya, karena ia sangat menyayangi putrinya.
Setelah  bekerja bertahun-tahun sebagai babu tanpa ada orang yang mengetahui  siapa dirinya dirumah tersebut, akhirnya ia menderita sakit dan tidak bisa bekerja lagi. Mantunya merasa berhutang  budi kepada pelayan tuanya yang setia ini sehingga ia memberikan  kesempatan untuk menjalankan sisa hidupnya di rumah jompo.
Puluhan tahun ia tidak bisa dan tidak boleh bertemu lagi dengan putri kesayangannya. Uang pension yang ia dapatkan selalu ia sisihkan dan tabung untuk putrinya, dengan pemikiran siapa tahu pada suatu saat ia membutuhkan bantuannya.
Pada tahun lampau beberapa hari sebelum hari Natal, ia jatuh sakit lagi, tetapi ini kali ia merasakan bahwa saatnya sudah tidak lama lagi. Ia merasakan bahwa ajalnya sudah mendekat. Hanya satu keinginan yang ia dambakan sebelum ia meninggal dunia, ialah untuk bisa bertemu dan boleh  melihat putrinya sekali lagi. Di samping itu ia ingin memberikan  seluruh uang simpanan yang ia telah kumpulkan selama hidupnya, sebagai  hadiah terakhir untuk putrinya.
Suhu diluaran telah mencapai 17 derajat di bawah nol dan salujupun  turun dengan lebatnya, jangankan manusia anjingpun pada saat ini tidak  mau keluar rumah lagi, karena di luaran sangat dingin, tetapi Nenek tua  ini tetap memaksakan diri untuk pergi ke rumah putrinya. Ia ingin betemu  dengan putrinya sekali lagi yang terakhir kali. Dengan tubuh menggigil  karena kedinginan, ia menunggu datangnya bus berjam-jam di luaran. Ia  harus dua kali ganti bus, karena jarak rumah jompo tempat di mana ia  tinggal letaknya jauh dari rumah putrinya. Satu perjalanan yang jauh dan tidak mudah bagi seorang nenek tua yang berada dlm keadaan sakit.
Setiba di rumah putrinya dlm keadaan lelah dan kedinginan ia mengetuk rumah putrinya dan ternyata  purtinya sendiri yang membukakan pintu rumah gedong di mana putrinya  tinggal. Apakah ucapan selamat datang yang diucapkan putrinya ? Apakah rasa bahagia  bertemu kembali dengan ibunya? Tidak! Bahkan ia ditegor: "Kamu sudah  bekerja di rumah kami puluhan tahun sebagai pembantu, apakah kamu tidak  tahu bahwa untuk pembantu ada pintu khusus, ialah pintu di belakang  rumah!"
"Nak,  Ibu datang bukannya untuk bertamu melainkan hanya ingin memberikan  hadiah Natal untukmu. Ibu ingin melihat kamu sekali lagi, mungkin yang  terakhir kalinya, bolehkah saya masuk sebentar saja, karena di luaran  dingin sekali dan sedang turun salju. Ibu sudah tidak kuat lagi nak!" kata wanita tua itu.
"Maaf saya tidak ada waktu, di samping itu sebentar lagi kami akan menerima tamu seorang pejabat tinggi, lain kali saja. Dan kalau  lain kali mau datang telepon dahulu, jangan sembarangan datang begitu  saja!" ucapan putrinya dengan nada kesal. Setelah itu pintu ditutup  dengan keras. Ia mengusir ibu kandungnya sendiri, seperti juga mengusir  seorang pengemis.
Tidak ada rasa kasih,  jangankan kasih, belas kasihanpun tidak ada. Setelah beberapa saat  kemudian bel rumah bunyi lagi, ternyata ada orang mau pinjam telepon di  rumah putrinya "Maaf Bu, mengganggu, bolehkah kami pinjam teleponnya  sebentar untuk menelpon ke kantor polisi, sebab di halte bus di depan  ada seorang nenek meninggal dunia, rupanya ia mati kedinginan!"
Wanita tua ini mati bukan hanya kedinginan jasmaniahnya saja, tetapi juga perasaannya.  Ia sangat mendambakan sekali kehangatan dari kasih sayang putrinya yang  tercinta yang tidak pernah ia dapatkan selama hidupnya.
Seorang Ibu melahirkan dan membesarkan anaknya dengan penuh kasih sayang tanpa mengharapkan pamrih apapun juga. Seorang Ibu bisa dan mampu  memberikan waktunya 24 jam sehari bagi anak-anaknya, tidak ada  perkataan siang maupun malam, tidak ada perkataan lelah ataupun tidak  mungkin dan ini 366 hari dlm setahun. Seorang Ibu mendoakan dan mengingat anaknya tiap hari bahkan tiap menit dan ini sepanjang masa. Bukan hanya setahun sekali saja pada hari-hari tertentu. Kenapa kita baru bisa dan mau memberikan bunga maupun hadiah kepada Ibu kita hanya pada waktu hari Ibu saja "Mother's Day" sedangkan di hari-hari lainnya tidak pernah mengingatnya, boro-boro memberikan hadiah, untuk menelpon saja kita tidak punya waktu.
Kita  akan bisa lebih membahagiakan Ibu kita apabila kita mau memberikan  sedikit waktu kita untuknya, waktu nilainya ada jauh lebih besar  daripada bunga maupun hadiah. Renungkanlah: Kapan kita terakhir kali  menelpon Ibu? Kapan kita terakhir mengundang Ibu? Kapan terakhir kali kita mengajak Ibu jalan-jalan? Dan kapan terakhir kali kita memberikan kecupan manis dengan ucapan terima kasih kepada Ibu kita? Dan kapankah kita terakhir kali berdoa untuk Ibu kita?
Berikanlah  kasih sayang selama Ibu kita masih hidup, percuma kita memberikan bunga  maupun tangisan apabila Ibu telah berangkat, karena Ibu tidak akan bisa  melihatnya lagi.
 
 

No comments:
Post a Comment